Saturday 13 April 2013

Jembatan Panus Depok Lama

Sejak hari ketiga lebaran kami sekeluarga menginap di rumah Kakak Ipar di Cluster Puri Insani Grand Depok City.  Mungkin karena makanan tidak terkontrol dan kurang tidur, Bagol mengalami demam dan mengeluh sakit di tenggorokan. Siang tadi Saya dan keluarga pergi  ke sebuah Rumah Sakit Ibu & Anak (RSIA) di daerah ‘Depok Lama’.
Jembatan Panus Lama (kiri) dan Jembatan Panus Baru (kanan)

Saya berangkat dari GDC (Grand Depok City) ke arah KSU kemudian belok kiri melintasi pertigaan depok dua tengah terus lurus mengikuti jalan sampai melintasiJembatan Panus.  Jembatan Panus yang Saya lewati adalah jembatan Panus baru sedangkan Jembatan Panus lama telah dialih fungsikan menjadi akses untuk menuju satu perumahan yang berada dibukit dipinggir sungai Ciliwung.  Sampai di Rumah Sakit ternyata praktek mulai dibuka pada jam 16.00 wib.  Setelah selesai mengurus administrasi karena masih ada waktu sekitar 2 jam, Saya ajak istri & anak saya untuk jalan-jalan sebentar melihat Jembatan Panus Lama dari dekat.

sumber : http://depoklik.com
Jembatan Panus Lama adalah salah satu dari tiga peninggalan Belanda di Kota Depok, yaitu Rumah Sakit Harapan di Jalan Pemuda Pancoran Mas dahulu merupakan kantor Pemerintahan Cornelis Chastelein seorang tuan tanah yang menguasai wilayah Depok dan Stasiun Depok Lama dibangun pada periode kemerdekaan Indonesia setelah sebelumnya pada tahun 1930 Belanda mulai mengoeprasikan rute kereta          Batavia(Beos) s/d Buitenzorg (Bogor).

Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya.Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (komuter) untuk bepergian, terutama bagi para penglaju yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta.
                                                                                                                    
Sejarah Depok tidak akan lepas dari seorang bernama Cornelis Chastelein yang sebelumnya  bekerja pada VOC sebagai seorang akuntan, dan menjadi anggota Dewan Hindia Belanda.  Namun, karena tidak sepaham dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Willem van Outhorn dia mengundurkan diri berwiraswasta.  Melihat kebersihan dan kejernihan Sungai Ciliwung, Cornelis Chastelein, membeli tanah disekitar Sungai Ciliwung tersebut dari Pemerintah Hindia Belanda, seluas 1.249 Ha dengan harga 700 ringgit.

Tanah yang dibelinya itu, terletak diantara wilayah Batavia (Jakarta) denganBuitenzorg (Bogor) dengan maksud untuk membuka usaha pertanian, peternakan, persawahan dan perkebunan. Tanah yang dibelinya itu merupakan Tanah Partikulir yang terlepas dari kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok).  Untuk dijadikan sebagai pekerja, Cornelis Chasteleinmendatangkan 150 orang budak yang dibeli dari raja-raja di Bali, Sulawesi Selatan, Timor, Nusa Tenggara Timur dan dari raja-raja lainnya di wilayah Timur Hindia Belanda.  Sebelum meninggal dunia pada tanggal 28 Juni 1714, Cornelis Chasteleinmembuat Het Testament atau Surat Wasiat.
Jembatan Panus Lama

Menurut Het Testament atau Surat Wasiat yang dibuat pada tanggal 13 Maret 1714,Cornelis Chastelein membebaskan mereka dari perbudakan, dan berjanji, apabila mereka masuk dan memeluk agama Kristen Protestan, maka kepada mereka akan diberikan sebidang tanah untuk dipergunakan dan dipelihara serta akan menjadi hak milik mereka (Hak Eigendom, No. 240 tahun 1719, Deelgerechtigden Reglement van Het Land Depok).  Kemudian, para budak yang telah dibebaskan dan telah menjadi orang-orang merdeka tersebut, melahirkan 12 (duabelas) marga antara lain ; Jonathans, Leander, Bacas, Loen, Samuel, Jacob, Laurens, Joseph, Tholense, Isakh, Soedira danZadokh.  Sepeninggal Cornelis Chastelein, diperkampungan atau didusun yang dihuni oleh 12 (duabelas) marga yang hanya beragama Kristen Protestan, pada tanggal 28 Juni 1714, didirikanlah sebuah Gereja yang Pertama. Kemudian, perkampungan atau dusun itu menjadi terkenal dengan nama D-E-P-O-K yang merupakan singkatan dariDe Eerste Protestanche Onderdaan Kerk artinya Gereja Kristen Protestan Rakyat Pertama.
Adalah Stefanus Leander seorang Belanda yang membangun jembatan pada tahun 1917 -1918, Opa Panus kemudian orang-orang Depok memanggilnya sehingga nama panggilannya diabadikan pada jembatan yang dibuatnya.  Setelah dibangun jembatan tersebut maka banyak muncul permukiman disekitar Sungai Ciliwung.
Sungai Ciliwung dilihat dari samping kiri Jembatan

Jembatan Panus, merupakan jembatan penting yang menghubungkan Depok dengan Bogor maupun Batavia (Jakarta).   Jembatan tersebut memberi akses jalan menuju ke arah Jalan Raya Bogor (sekarang namanya Simpangan Depok).  Saat ini di Wilayah Depok kalau tidak salah ada dua jembatan lagi yang melintasi sungai Ciliwung yaitu jembatan di jalan baru dari Magonda menuju Jalan Raya Bogor, sedangkan satu lagi adalah Jembatan yang melintas ke arah Grand Depok City menuju Bogor melalui Cilodong atau Cibinong.
Coret-coretan dan Tanaman Liar di Pagar Jembatan; latar belakang adalah Jembatan Panus Baru
Awalnya Jembatan Panus hanya dilewati oleh pejalan kaki, kendaraan tradisional, dan kemudian kendaraan bermotor ukuran kecil.  Apabila ada kendaraan ukuran sedang atau besar maka terpaksa harus melalui jembatan tersebut secara bergantian.  Jembatan Panus Baru, dibuat kira-kira periode pertengahan tahun 90, karena volume kendaraan sudah mulai besar dan jenis kendaraannya lebih beragam sehingga sering menimbulkan kemacetan.  Setelah Jembatan Baru difungsikan maka Jembatan Panus Lama dialihkan untuk akses menuju ke Perumahan di perbukitan dekat jembatan.
Jembatan Panus Lama : banyak tanaman liar dan bangunan jembatan yang kusam tidak terurus (gambar diambil dari Jembatan Panus Baru)
Jembatan Panus Lama masih tetap kokoh sampai sekarang, meskipun pada saat musim hujan sungai ciliwung sering membawa material-material besar dan berat yang menghantam jembatan tersebut.  Ternyata ditiang-tiang jembatan tua sengaja diberikan tanda untuk mengukur ketinggian air sungai yang berasal dari hulu sungai di Bogor  dan Puncak yang menuju ke Jakarta.  Makin tinggi permukaan air terukur di tiang-tiang maka semakin besar kemungkinan Jakarta akan dilanda banjir kiriman.
Jembatan Panus merupakan bangunan bersejarah di wilayah Depok, sebaiknya Pemkot Depok memberikan perhatian khusus agar tidak hilang dan dilupakan oleh generasi sekarang.

No comments:

Post a Comment