Jembatan Panus Lama (kiri) dan Jembatan Panus Baru (kanan)
|
Saya berangkat dari GDC (Grand Depok City) ke arah KSU kemudian belok kiri melintasi pertigaan depok dua tengah terus lurus mengikuti jalan sampai melintasiJembatan Panus. Jembatan Panus yang Saya lewati adalah jembatan Panus baru sedangkan Jembatan Panus lama telah dialih fungsikan menjadi akses untuk menuju satu perumahan yang berada dibukit dipinggir sungai Ciliwung. Sampai di Rumah Sakit ternyata praktek mulai dibuka pada jam 16.00 wib. Setelah selesai mengurus administrasi karena masih ada waktu sekitar 2 jam, Saya ajak istri & anak saya untuk jalan-jalan sebentar melihat Jembatan Panus Lama dari dekat.
Jembatan Panus Lama adalah salah satu dari tiga
peninggalan Belanda di Kota Depok, yaitu Rumah Sakit Harapan di Jalan Pemuda
Pancoran Mas dahulu merupakan kantor Pemerintahan Cornelis Chastelein seorang
tuan tanah yang menguasai wilayah Depok dan Stasiun Depok Lama dibangun pada
periode kemerdekaan Indonesia setelah sebelumnya pada tahun 1930 Belanda
mulai mengoeprasikan rute kereta Batavia(Beos) s/d Buitenzorg (Bogor).
Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya.Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (komuter) untuk bepergian, terutama bagi para penglaju yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta.
Sejarah Depok tidak akan lepas dari seorang bernama Cornelis
Chastelein yang sebelumnya bekerja pada VOC sebagai seorang akuntan,
dan menjadi anggota Dewan Hindia Belanda. Namun, karena tidak sepaham
dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Willem van Outhorn dia mengundurkan
diri berwiraswasta. Melihat kebersihan dan kejernihan Sungai
Ciliwung, Cornelis Chastelein, membeli tanah disekitar Sungai Ciliwung
tersebut dari Pemerintah Hindia Belanda, seluas 1.249 Ha dengan harga 700
ringgit.
Tanah yang dibelinya itu, terletak diantara wilayah Batavia (Jakarta)
denganBuitenzorg (Bogor) dengan maksud untuk membuka usaha pertanian,
peternakan, persawahan dan perkebunan. Tanah yang dibelinya itu merupakan Tanah
Partikulir yang terlepas dari kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (Het Gemeente
Bestuur van Het Particuliere Land Depok). Untuk dijadikan sebagai
pekerja, Cornelis Chasteleinmendatangkan 150 orang budak yang dibeli dari
raja-raja di Bali, Sulawesi Selatan, Timor, Nusa Tenggara Timur dan dari
raja-raja lainnya di wilayah Timur Hindia Belanda. Sebelum meninggal
dunia pada tanggal 28 Juni 1714, Cornelis Chasteleinmembuat Het
Testament atau Surat Wasiat.
Jembatan Panus Lama
|
Menurut Het Testament atau Surat Wasiat yang
dibuat pada tanggal 13 Maret 1714,Cornelis Chastelein membebaskan mereka
dari perbudakan, dan berjanji, apabila mereka masuk dan memeluk agama Kristen
Protestan, maka kepada mereka akan diberikan sebidang tanah untuk dipergunakan
dan dipelihara serta akan menjadi hak milik mereka (Hak Eigendom, No. 240 tahun
1719, Deelgerechtigden Reglement van Het Land Depok). Kemudian, para
budak yang telah dibebaskan dan telah menjadi orang-orang merdeka tersebut,
melahirkan 12 (duabelas) marga antara lain ; Jonathans, Leander, Bacas,
Loen, Samuel, Jacob, Laurens, Joseph, Tholense, Isakh, Soedira danZadokh.
Sepeninggal Cornelis Chastelein, diperkampungan atau didusun yang dihuni
oleh 12 (duabelas) marga yang hanya beragama Kristen Protestan, pada tanggal 28
Juni 1714, didirikanlah sebuah Gereja yang Pertama. Kemudian, perkampungan atau
dusun itu menjadi terkenal dengan nama D-E-P-O-K yang merupakan
singkatan dariDe Eerste Protestanche Onderdaan Kerk artinya Gereja Kristen
Protestan Rakyat Pertama.
Adalah Stefanus Leander seorang Belanda yang
membangun jembatan pada tahun 1917 -1918, Opa Panus kemudian
orang-orang Depok memanggilnya sehingga nama panggilannya diabadikan pada
jembatan yang dibuatnya. Setelah dibangun jembatan tersebut maka banyak
muncul permukiman disekitar Sungai Ciliwung.
Sungai Ciliwung dilihat dari samping kiri Jembatan
|
Jembatan Panus, merupakan jembatan penting yang
menghubungkan Depok dengan Bogor maupun Batavia (Jakarta).
Jembatan tersebut memberi akses jalan menuju ke arah Jalan Raya Bogor (sekarang
namanya Simpangan Depok). Saat ini di Wilayah Depok kalau tidak salah ada
dua jembatan lagi yang melintasi sungai Ciliwung yaitu jembatan di jalan baru
dari Magonda menuju Jalan Raya Bogor, sedangkan satu lagi adalah Jembatan yang
melintas ke arah Grand Depok City menuju Bogor melalui Cilodong atau
Cibinong.
Coret-coretan dan Tanaman Liar di Pagar Jembatan; latar
belakang adalah Jembatan Panus Baru
|
Awalnya Jembatan Panus hanya dilewati oleh pejalan kaki,
kendaraan tradisional, dan kemudian kendaraan bermotor ukuran kecil.
Apabila ada kendaraan ukuran sedang atau besar maka terpaksa harus melalui
jembatan tersebut secara bergantian. Jembatan Panus Baru, dibuat
kira-kira periode pertengahan tahun 90, karena volume kendaraan sudah mulai
besar dan jenis kendaraannya lebih beragam sehingga sering menimbulkan
kemacetan. Setelah Jembatan Baru difungsikan maka Jembatan Panus Lama
dialihkan untuk akses menuju ke Perumahan di perbukitan dekat jembatan.
Jembatan Panus Lama : banyak tanaman liar dan bangunan
jembatan yang kusam tidak terurus (gambar diambil dari Jembatan Panus
Baru)
|
Jembatan Panus Lama masih tetap kokoh sampai sekarang,
meskipun pada saat musim hujan sungai ciliwung sering membawa material-material
besar dan berat yang menghantam jembatan tersebut. Ternyata ditiang-tiang
jembatan tua sengaja diberikan tanda untuk mengukur ketinggian air sungai yang
berasal dari hulu sungai di Bogor dan Puncak yang menuju ke
Jakarta. Makin tinggi permukaan air terukur di tiang-tiang maka semakin
besar kemungkinan Jakarta akan dilanda banjir kiriman.
Jembatan Panus merupakan bangunan bersejarah di wilayah
Depok, sebaiknya Pemkot Depok memberikan perhatian khusus agar tidak hilang dan
dilupakan oleh generasi sekarang.
No comments:
Post a Comment